PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.
B.
Macam-macam
Upaya Hukum
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa dengan upaya hukum luar biasa.
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa dengan upaya hukum luar biasa.
1. Upaya hukum biasa
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus.
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus.
Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum
berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup:
a. Perlawanan/verzet
Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):
Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):
1. keluarnya putusan verstek
2. jangka waktu untuk mengajukan
perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak
boleh lebih dari 8 hari; dan
3. verzet dimasukan dan diajukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya
b. Banding
Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan.
Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan.
[1]Dasar Hukum : Pasal 188
s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg
(untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (UU-Darurat
No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti
dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
[1] Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum,cet. 1, (Jakarta
[1] Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum,cet. 1, (Jakarta
Permohonan banding
harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan
(pasal 7 UU No 20/1947). Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal
9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
1. Ada pernyataan ingin banding
2. Panitera membuat akta banding
3. Dicatat dalam register induk perkara
4. Pernyataan banding harus sudah
diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah pernyataan banding
tersebut dibuat.
5. pembanding dapat membuat memori
banding, terbanding dapat mengajukan kontra memori banding
Mengenai pemeriksaan tingkat banding
dalam KUHAP dapat dilihat pada pasal 233 – 243, diantaranya dibahas antara lain
mengenai :
a.
Penerimaan
permintaan banding.
Penerimaan permohonan banding
dilakukan atas alasan permintaan yang memenuhi persyaratan undang-undang,
diantaranya :
Permohonan banding memenuhi syarat. Hal
ini dapat dilihat dalam pasal 233 yang antara lain memuat :
Ø Permohonan diajukan kepada panitera
pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut.
Ø Permohonan banding diajukan terhadap
putusan yang dapat diminta banding.
Ø Permintaan banding diajukan dalam tenggang
waktu yang ditentukan yakni 7 hari sesudah putusan dijatuhkan.
b.
Tatacara
penerimaan banding
Ø permohonan permintaan banding
disampaikan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut,
dalam hal ini panitera wajib membuat akta permintaan banding yang di
tandatangani oleh pemohon.
Ø Permohonan banding juga dapat
dilakukan tanpa menghadap langsung pada panitera yang mungkin karena pemohon
berhalangan.
Ø Yang berhak mengajukan permintaan
banding antara lain terdakwa, orang yang khusus dikuasakan terdakwa, petuntut
umum, terdakwa dengan petuntut umum yang sekaligus sama-sama mengajukan banding.
c.
permintaan
banding wajib diberitahukan kepada pihak lain agar mereka dapat mempersiapkan
diri.
d.
Tenggang
waktu pengiriman berkas paling lambat 14 hari terhitung sejak permohonan
banding diajukan.
e.
Memori
dan kontra memori banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan
keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, hal ini
diajukan oleh pemohon untuk mengemukakan kelemahan dan ketidaktepatan
penafsiran atau penerapan hukum yang terdapat dalam putusan pengadilan tingkat
pertama. Kontra memori banding ini merupakan hak kepada pemohon, bukan
kewajiban hukum jadi tanpa memori banding pun perkara tetap diperiksa.
f.
Pencabutan
permohonan banding dapat dilakukan selama perkara banding belum diputuskan oleh
pengadilan tinggi, jadi apabila telah dicabut permintaan banding keatas perkara
tersebut tidak dapat diajukan lagi.
g.
Pemeriksaan
pada tingkat banding hanya berdasarkan berkas perkara yang terdiri daripada :
Ø berita acara pemeriksaan penyidik
Ø berita acara pemeriksaan disidang
pengadilan negeri
Ø semua surat yang timbul selama
pemeriksaan sidang negeri sepanjang surat tersebut berhubungan dengan perkara
Ø putusan yang dijatuhkan pengadilan
negeri
Walaupun di pengadilan tinggi
pemeriksaan hanya didasarkan atas berkas perkara, namun tidak menuntut
kemungkinan pihak pengadilan tinggi mendengar langsung pernyataan yang dianggap
perlu kepada pihak yang bersangkutan
h.
bentuk
putusan tingkat banding dapat berupa :
1). menguatkan putusan pengadilan
negeri. Baik secara murni maupun dengan tambahan pertimbangan atau bisa juga
menguatkan putusan dengan alasan pertimbangan lain.
2). Mengubah atau memperbaiki putusan
peradilan negeri, dapat berupa :
Ø perubahan atau perbaikan kualifikasi
tindak pidana
Ø perubahan atau perbaikan mengenai
alat bukti
Ø perubahan atau perbaikan pemidanaan
c. Kasasi
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.
Putusan yang diajukan dalam putusan
kasasi adalah putusan banding. Alasan yang dipergunakan dalam permohonan kasasi
yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:
1. Tidak berwenang (baik kewenangan
absolut maupun relatif) untuk melampaui batas wewenang;
2. Salah menerapkan/melanggar hukum
yang berlaku
3. lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
Dalam buku
yang dikarang oleh M.Yahya beliau menjelaskan setidak ada tiga alas an yang
dibenarkan oleh UU untuk mengajukan kasasi, di antaranya:
a. Untuk menguji apakah benar suatu
peraturan hukum telah diterapkan sebagaimana mestinya atau tidak.
b. Untuk menguji apakah benar cara
mengadili telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan UU.
c. Apakah benar pengadilan telah
melampaui batas wewenangnya.
Prosedur
permohonan kasasi antara lain meliputi :
Ø pengajuan permohonan kasasi kepada
panitera pengadilan yang telah memutuskan perkaranya dalam waktu 14 hari
sesudah putusan dan ditandai dengan adanya tanda terima penyerahan memori
kasasi.
Ø permintaan tersebut ditulis oleh
panitera yang kemudian ditandatangani oleh panitera dan pemohon serta dicatat
dalam berkas perkara.
Ø Permintaan kasasi wajib
diberitahukan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Ø Pemeriksaan kasasi dilakukan dengan
sekurang-kurangnya tiga orang hakim meliputi berkas perkara. Tetapi tidak
menutup kemungkinan adanya pemeriksaan tambahan.
2. Upaya hukum luar biasa
Disebut upaya hukum luar biasa
karena:
o
Diajukan
dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang
tetap.
o
Upaya
ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, bukan terhadap semua putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
o
Upaya
hukum luar biasa diajukan kepada mahkamah agung sebagai pemeriksa, serta
pembuat keputusan sebagai instansi pertama dan terakhir.
Uapaya
hukum luar biasa dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup:
a.
Peninjauan
kembali (request civil)
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan. (pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004)
Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu:
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan. (pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004)
Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu:
1. ada novum atau bukti baru yang
diketahui setelah perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu;
2. apabila setelah perkara diputus,
ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara
diperiksa tidak dapat ditemuksn;
3. apabila telah dikabulkan suatu hal
yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut;
4. apabila mengenai sesuatu bagian dari
tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5. apabila dalam satu putusan terdapat
suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata. Tenggang waktu pengajuan
180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985).
Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan
terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).
v Tata cara mengajukan peninjauan
kembali meliputi;
a.)
Permintaan
peninjauan kembali diajukan baik secara tertulis maupun lisan dengan
mengemukakan alasan-alasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali kepada
panitera yang memutus perkara itu pada tingkat pertama tanpa batas waktu.
b.)
Kemudian
panitera membuat akta permintaan PK yang ditanda tangani oleh permohonan
panitera. Kemudian berkas tersebut disampaikan kepada mahkamah agung melalaui
ketua pengadilan.
b.
Perlawanan
pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh ebab itu dikatakan luar biasa). Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh ebab itu dikatakan luar biasa). Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama
PENUTUP
Sebagai
Kesimpulan
Upaya
hukum merupakan suatu tindakan yang diberikan atau hak yang diberikan oleh
undang-undang kepada para pihak yang tidak puas dengan keputusan pengadilan diberbagai
tingkatan pengadilan.
Ada dua
upaya hukum yaitu:
1).
Upaya
hukum biasa; yantermasuk kedalam upaya hukum biasa adalah:
a. Upaya hukum banding
b. Upaya hukum kasasi
2).
Upaya
hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasa adalah:
a. Kasasi demi kepentingan hukum
b. Peninjauan kembali (PK) putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Semua upaya hukum ini mempunyai aturan dan tatacara dalam
pengajuannya. Dan juga merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia yang
tidak puas dengan keputusan pengadilan.
SARAN
Dengan semakin pesatnya perkembangan
technology yang ada saat sekarang maupun masa – masa yang akan datang, maka
mutlak diperlukan bagi pemerintah, hakim, para intelektual, pakar pakar hukum
serta para pihak yang, untuk selalu menggali kemungkinan - kemungkinan yang
akan dan ataupun yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi
kekosongan hukum, karena pada hakikatnya tidaklah mungkin peraturan – peraturan
yang dibuat itu sempurna, sehingga diperlukan perbaikan – perbaikan sesuai
dengan perkembangan zaman.
1 komentar:
Sangat bermanfaat.. Maaf saya ingin bertanya.. Apabila putusan yg di bacakan dalam sidang berbeda dengan surat putusan yg sya terima upaya hukum apa yg bisa saya tempuh... Makasih sebelumnya..
Posting Komentar