UPAYA HUKUM
DALAM HUKUM PIDANA
A. UPAYA HUKUM PRAPERADILAN
Praperadilan merupakan salah satu lembaga dalam hukum pidana Indonesia,
secara aformil diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP. Dalam
praktik digunakan oleh pihak-pihak/institusi yang mengajukan upaya atas
ketidakpuasan penerapan hukum atau tindakan/keputusan aparat hukum yang
dianggap telah menciderai rasa keadilan dan kepentingan mereka. Berdasarkan
ketentuan Pasal 78 Ayat (1) dan (2) KUHAP praperadilan merupakan wewenang
pengadilan negeri dan praperadilan tersebut dipimpin oleh hakim tunggal yang
ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera.
Adapun kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus perkara
praperadilan dimaksud adalah sebagai berikut:
1. sah
atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan;
2. ganti
kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Terhadap permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu
penangkapan atau tentang sah atau tidaknya penahanan hanya diajukan oleh
tersangka, keluarga, atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan
menyebutkan alasanya sedangkan hak untuk mengajukan permintaan untuk dapat
diperiksanya sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau sah atau
tidaknya penghentian penuntutan adalah penyidik atau penuntut umum atau pihak
ketiga yang berkepentingan dengan menyebutkan pula alasannya.
Selain dari pihak-pihak dan perihal yang menjadi dasar praperadilan
diatas dapat pula diajukan ganti kerugian dan rehabilitasi akibat tidak sahnya
penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau
penuntutan hal dimaksud dapat diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasanya.
Ketentuan mengenai ganti kerugian dan rehabilitasi lebih lanjut diatur dalam
Pasal 95 sampai dengan Pasal 101 KUHAP.
Atas putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud Pasal 79, dan
Pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding, terkecuali putusan praperadilan
yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau tidak sahnya
penghentian penuntutan. Putusan banding terhadap pemeriksaan keberatan atas
putusan praperadilan pada tingkat pertama yang diajukan penyidik atau
penuntut umum atau tersangka, keluarga termasuk kuasanya merupakan putusan
akhir (pihak-pihak dimaksud dalam uraian di atas yang dapat mengajukan banding
tidak secara eksplisit disebutkan dalam ketentuan KUHAP. Namun demikian, dapat
disimpulkan melalui suatu analisa bahwasanya kepentingan siapa yang terganggu
atas putusan praperadilan tersebut atau dapat pula diserap suatu ketentuan dari
pasal-pasal sebelumnya dalam undang-undang ini).
B.
UPAYA HUKUM BIASA
a.)
Banding
(Pasal 67 KUHAP)
Terhadap diri terdakwa atau penuntut umum, KUHAP memberikan hak kepada
mereka untuk mengajukan upaya banding terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama kecuali terhadap putusan bebas murni/vrijpraak (bebas
dari segala dakwaan), bebas tidak murni/onslag van alle rechtvervollging
atau lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya
penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat (putusan tindak pidana
ringan dan perkara pelanggaran lalu-lintas).
b.)
Kasasi
(Pasal 244 KUHAP)
Terhadap putusan pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung (Red: pengadilan negeri dan
pengadilan tinggi), terdakwa ataupun penuntut umum dapat mengajukan permintaan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas murni/vrijpraak.
Selanjutnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 253 KUHAP pemeriksaan
dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP guna menentukan:
1.
Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan
atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
2.
Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undang-undang;
3.
Apakah benar pengadilan telah melampaui batas
wewenangnya;
maka oleh karena itu dalam tingkat kasasi kepada pihak yang mengajukan
upaya hukum, undang-undang ini mewajibkan adanya memori kasasi dalam
permohonannya, dan dengan alasan yang diuraikan dalam memori tersebut Mahkamah
Agung menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan dan dengan
sendirinya tanpa memori kasasi permohonan tersebut menjadi gugur.
C.
UPAYA HUKUM LUAR BIASA
a.)
Pemeriksan
Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum (Pasal 259 KUHAP)
Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung dapat
diajukan 1 (satu) kali permohonan oleh Jaksa Agung dan putusan kasasi demi
kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
b.)
Peninjauan
Kembali Putusan Pengadilan yang telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap (Pasal 263
KUHAP)
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau
ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung.
Permintaan peninjauan kembali diajukan bersamaan dengan memori peninjauan
kembali dan berdasarkan alasan dari pemohon tersebut Mahkamah Agung mengadili
hanya dengan alasan yang telah ditentukan oleh KUHAP sebagai berikut:
1.
Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat,
bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung,
hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan
hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara
itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
2.
Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan
bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan
alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan
satu dengan yang lain;
3.
Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata;
Selanjutnya, atas dasar alasan yang sama sebagaimana disebutkan dalam
poin 1, 2 dan 3 di atas (Pasal 263 Ayat [2] KUHAP) maka terhadap suatu putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan
kembali apabila dalam putusan itu secara jelas memperlihatkan bahwa dakwaan
telah terbukti akan tetapi pemidanaan tidak dijatuhkan.
Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana tersebut pada Pasal 263 Ayat (2) KUHAP, maka Mahkamah Agung
menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima dengan
disertai dasar alasannya. Pernyataan tidak dapat diterima tersebut tidak terkait
dengan substansi/materiil pemeriksaan peninjauan kembali namun lebih kepada
alasan formil yang tidak terpenuhi sehingga terhadapnya dapat diajukan kembali.
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali
tersebut memenuhi persyaratan dan alasan peninjauan kembali telah sesuai dengan
ketentuan KUHAP maka Mahkamah Agung akan memeriksa permohonan itu dan membuat
putusan sebagai berikut:
1.
Apabila alasan pemohon tidak benar atau tidak terbukti,
Mahkamah Agung menolak permintaan
peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan
kembali itu tetap berlaku disertai dengan dasar pertimbangnnya;
2.
Apabila alasan pemohon benar atau terbukti, maka
Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan
menjatuhkan putusan yang alternatifnya sebagai berikut:
a.)
Putusan bebas;
b.)
Putusan lepas dari segala tuntutan;
c.)
Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
d.)
Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan.
Dalam hal Mahakamah Agung menjatuhkan pidana terhadap permintaan
peninjauan kembali itu maka dengan alasan apapun pidana yang dijatuhkan tidak
boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
Sebagai
Kesimpulan
Upaya
hukum merupakan suatu tindakan yang diberikan atau hak yang diberikan oleh
undang-undang kepada para pihak yang tidak puas dengan keputusan pengadilan diberbagai
tingkatan pengadilan.
Ada dua
upaya hukum yaitu:
1).
Upaya
hukum biasa; yantermasuk kedalam upaya hukum biasa adalah:
a. Upaya hukum banding
b. Upaya hukum kasasi
2).
Upaya
hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasa adalah:
a.
Pemeriksan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum
b. Peninjauan kembali (PK) putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Semua upaya hukum ini mempunyai aturan dan tatacara dalam
pengajuannya. Dan juga merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia yang
tidak puas dengan keputusan pengadilan.
SARAN
Dengan
semakin pesatnya perkembangan technology yang ada saat sekarang maupun masa –
masa yang akan datang, maka mutlak diperlukan bagi pemerintah, hakim, para
intelektual, pakar pakar hukum serta para pihak yang, untuk selalu menggali
kemungkinan - kemungkinan yang akan dan ataupun yang sedang terjadi dalam
masyarakat, sehingga tidak terjadi kekosongan hukum, karena pada hakikatnya
tidaklah mungkin peraturan – peraturan yang dibuat itu sempurna, sehingga
diperlukan perbaikan – perbaikan sesuai dengan perkembangan zaman.
0 komentar:
Posting Komentar